Sabtu, 01 November 2014

INDUSTRI BAHAN PEWARNA DAN PENCELUP

A.           Pengertian Pencelupan Tekstil
Pencelupan adalah suatu proses pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dan baik, sesuai dengan warna yang diinginkan. Sebelum pencelupan dilakukan maka harus dipilih zat warna yang sesuai dengan serat. Pencelupan dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik dengan menggunakan alat – alat tertentu pula.
Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil kedalam larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna kedalam serat. Penyerapan zat warna kedalam serat merupakan suatu reaksi eksotermik dan reaksi kesetimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam, asam, alkali atau lainnya ditambahkan kedalam larutan celup dan kemudian pencelupan diteruskan hingga diperoleh warna yang dikehendaki.
Pemilihan zat warna yang sesuai untuk serat merupakan suatu hal yang penting. Pewarnaan akan memberikan nilai jual yang lebih tinggi. Efisiensi zat warna sangat penting dimana harga – bahan kimia cenderung mengalami kenaikan. Selain itu efektifitas kecocokan warna harus diperhatikan kerena merupakan faktor utama penentu mutu produk tekstil.
B.      Gaya – gaya ikat pada pencelupan
Agar pencelupan dan hasil celupan baik dan tahan cuci, maka gaya ikatan antara zat warna dengan serat harus lebih besar daripada gaya – gaya yang bekerja antara zat warna dengan air. Pada dasarnya dalam pencelupan terdapat empat jenis gaya ikatan yang menyebabkan adanya daya serap yaitu ;
Ø   Ikatan Hidrogen
Merupakan ikatan sekunder yang terbentuk karena atom hidrogen pada gugus hidroksil atau amina mengadakan ikatan yang lemah dengan atom lainnya. Contoh : zat warna direk, naftol, dispersi.
Ø   Ikatan Elektrovalen
Ikatan antara zat warna dengan serat yang kedua merupakan ikatan yang timbul karena gaya tarik menarik antara muatan yang berlawanan. Contoh : Zat warna asam, zat warna basa.
Ø   Ikatan non polar/ Van der Waals
Pada proses pencelupan daya tarik antara zat warna dan serat akan bekerja lebih sempurna bila molekul – molekul zat warna tersebut berbentuk memanjang dan datar. Contoh : zat warna direk, zat warna bejana, belerang, dispersi, dan sebagainya.
Ø   Ikatan kovalen
Misalnya zat warna reaktif terikat pada serat dengan ikatan kovalen yang sifatnya lebih kuat daripada ikatan – ikatan lainnya sehingga sukar dilunturkan.
Sifat – sifat pencelupan suatu zat warna sering direpresentasikan dalam suatu kurva pencelupan tertentu. Dari kurva tersebut diharapkan dapat diperoleh interpretasi yang lebih nyata tentang karakteristik zat warna dalam proses pencelupan.
Afinitas sesuatu zat warna umumnya merefleksikan kurva isotherm penyerapan, yakni kurva yang melukiskan perbandingan antar azat warna yang tercelup di dalam serat dengan zat warna di dalam larutan pada berbagai konsentrasi, diukur pada suhu yang sama. Apabila isotherm tersebut merupakan larutan sesuatu zat dalam sistem cairan dua fasa, maka akan diperoleh isotherm garis lurus menurut rumus Nerst.
C.           Proses Pencelupan Tekstil
Proses persiapan pencelupan meliputi pelarutan zat warna, penggunaan air dan zat pelunak air yang dipakai, persiapan bahan, pemasakan, pengelantangan. Metode pencelupan bermacam – macam tergantung efektifitas dan efisiensi yang akan diharapkan. Metode pencelupan bahan tekstil diantaranya adalah :
Ø  Metode pencelupan, Mc Winch, Jet/ over flow, package, dan beam.
1. Metode normal proses, penambahan garam secara bertahap.
2. Metode all – in proses.
3. Metode migrasi proses.
4. Metode isotermal proses.
Ø  Metode pencelupan cara jigger
Ø  Metode pencelupan cara pad – batch.
Teknik pencelupan lainnya adalah sistem kontinyu atau semi kontinyu, exhoution, teknik migrasi, cara carrieratau pengemban, cara HT/HP atau tekanan dan suhu tinggi, cara thermosol, dengan pelarut organik, dengan larutan celup tuggal/ ganda, cara satu bejana celup, dengan pemeraman, dan sebagainya.
Sebelum dilakukan pencelupan maka bahan tekstil harus dilakukan pretreatment terlebih dahulu supaya hasil celup sempurna. Diantara proses tersebut adalah :
Ø  Singieng : Menghilangkan bulu – bulu yang timbul pada benang atau kain akibat gesekan – gesekan yang terjadi pada proses pertenunan, proses ini dimaksudkan supaya permukaan kain akan menjadi rata, sehingga pada proses pencelupan akan didapatkan warna yang rata dan cemerlang.
Ø  Dezising : Menghilangkan zat – zat kanji yang melapisi permukaan kain atau benang, sehingga dengan hilangnya kanji tersebut penyerapan obat – obat kimia kedalam kain tidak terhalang.
Ø  Scouring : Menghilangkan pectin, lilin, lemak dan kotoran atau debu – debu yang ada pada serat kapas. Zat – zat ini akan menolak pembasah air sehingga kapas yang belum dimasak susah dibasahi yang menyebabkan proses penyerapan larutan obat – obat kimia dalam proses – proses berikutnya tidak terjadi dengan sempurna.
Ø  Bleaching : Menghilangkan zat – zat pigmen warna dalam serat yang tidak bisa hilang pada saat proses scouring, sehingga warna bahan menjadi lebih putih bersih dan tidak mempengaruhi hasil warna pada saat proses pencelupan dan pemutihan optical.
Ø  Mercerizing : Memberikan penampang serat yang lebih bulat dengan melepaskan putaran serat atau reorientasi dari rantai – rantai molekul selulosa menyebabkan deretan kristalin yang lebih sejajar dan teratur. Proses ini akan menambah kilap, daya serap terhadap zat warna bertambah, memperbaiki kestabilan dimensi, kekuatan tarik bertambah, memperbaiki dan menghilangkan efek negative kapas yang belum matang/kapas mati.
Beberapa pretreatment kadang tidak harus semua dilakukan hal ini tergantung pada kebutuhan. Setelah selesai pengerjaan tersebut pencelupan dapat dilakukan misalnya pencelupan dengan sistem exhoution/ perendaman dan sistem kontinyu.
Proses pewarnaan pada bahan tekstil pada umumnya meliputi proses berikut ini :
a. Pencelupan yaitu pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dengan warna yang sama pada seluruh bahan tekstil dengan 3 komponen bahan utama yaitu zat warna, air dan obat bantu.
b. Pencapan adalah pemberian warna pada bahan tekstil secara setempat pada permukaan bahan tekstil sehingga menimbulkan komposisi warna dan motif tertentu dengan 3 komponen bahan utama adalah zat warna, pengental dan obat bantu.
c. Proses pewarnaan diatas umumnya dilakukan di Industri tekstil. Untuk produk tekstil yang digunakan untuk kepentingan terbatas (biasanya menyangkut karya seni )ada juga cara pewarnaan lain seperti menggunakan teknik lukis, colet, air brush dsb.
Proses pencelupan dapat dilakukan pada bahan tekstil baik masih berupa serat, benang ataupun kain. Pencelupan pada serat biasanya dilakukan untuk menghasilkan motif atau komposisi warna pada benang ataupun kain yang komposisi warna/motif tersebut bukan dari hasil pencapan namun efek warna yang ditimbulkan oleh campuran seratnya. Pencelupan pada benang dilakukan untuk memberi warna pada benang dan jika benang tersebut ditenun akan menghasilkan kain yang memiliki komposisi warna /corak tertentu dari susunan dan persilangan benang lusi dan pakan. Misalnya corak yang ada pada sarung, lurik, baju kotak – kotak, kain kasur, kain selimut bergaris dsb. Pencelupan pada kain dilakukan untuk mewarnai kain secara merata dengan warna yang sama pada seluruh kain. Proses pencelupan juga dapat menimbulkan motif/corak tertentu jika kain/benang tersusun atas dua jenis atau lebih serat yang berbeda karena masing masing jenis serat memiliki kemampuan celup dan efek warna yang berbeda beda terhadap satu jenis zat warna yang digunakan.
Proses pencapan pada bahan tekstil dapat dilakukan pada benang atau kain. Pada proses pencapan diperlukan pasta cap yang terdiri dari zat warna, pengental dan zat zat pembantu yang tergantung pada jenis serat dan jenis zat warna yang digunakan. Berdasarkan alat atau mesin yang digunakan, pencapan digolongkan sebagai berikut:
a. Pencapan semprot (Spray printing)
b. Pencapan Blok (Block Printing)
c. Pencapan Penotine (penotine printing)
d. Pencapan bulu (Flock Printing)
e. Pencapan kasa (Screen Printing)
f. Pencapan Rotary (Rotary Printing)
g. Pencapan Rol (Roller Printing)
h. Pencapan transfer (Tranfer printing)
Yang banyak dan paling popular digunakan adalah screen printing dimana dalam proses sederhananya adalan seperti proses cetak sablon yang mungkin sudah sering/biasa kita lakukan.
Vickerstaf menyimpulkan bahwa dalam pencelupan terjadi tiga tahap, yaitu :
Tahap pertama merupakan molekul zat warna dalam larutan yang selalu bergerak, pada suhu tinggi gerakan molekul cepat. Kemudian bahan tekstil dimasukkan kedalam larutan celup. Serat tekstil dalam larutan bersifat negatif pada permukaannya sehingga dalam tahap ini terdapat dua kemungkinan yakni molekul zat warna akan tertarik oleh serat atau tertolak menjauhi serat. Oleh karena itu perlu penambahan zat – zat pembantu untuk mendorong zat warna lebih mudah mendekati permukaan serat. Peristiwa tahap pertama tersebut sering disebut difusi zat warna dalam larutan.
Dalam tahap kedua molekul zat warna yang mempunyai tenaga cukup besar dapat mengatasi gaya – gaya tolak dari permukaan serat, sehingga molekul zat warna tersebut dapat terserap menempel pada permukaan serat. Peristiwa ini disebut adsorpsi.
Tahap ketiga yang merupakan bagian yang terpenting dalam pencelupan adalah penetrasi atau difusi zat warna dari permukaan serat kepusat. Tahap ketiga merupakan proses yang paling lambat sehingga dipergunakan sebagai ukuran menentukan kecepatan celup.
D.           Tujuan Pencelupan
Dalam pencelupan mempunyai tujuan – tujuan dan sasaran yang hendak dicapai antara lain :
Kerataan hasil pencelupan
1. Keadaan bahan sebelum celup
 Bebas dari minyak
 Scouring/ Bleaching yang merata
 Hasil merserisasi yang merata
 Bahan tidak kusut
 Tidak terjadi kostiksasi setempat
 Penempatan bahan dalam mesin yang rapi
2. Karakteristik zat warna
 Kurva penyerapan zat warna
 Kurva fiksasi zat warna
 Sifat migrasi zat warna
E.            Hal – hal yang Mempengaruhi Proses Pencelupan
Ø  Pengaruh elektrolit
Pada intinya penambahan elektrolit kedalam larutan celup adalah memperbesar jumlah zat warna yang terserap oleh serat, meskipun beraneka zat warna akan mempunyai kesepakatan yang berbeda.
Ø  Pengaruh Suhu
Pada umumnya peristiwa pencelupan adalah eksotermis. Maka dalam keadaan setimbang penyerapan zat warna pada suhu yang tinggi akan lebih sedikit bila dibandingkan penyerapan pada suhu yang rendah. Akan tetapi dalam praktek keadaan setimbang tersebut sukar dapat dicapai hingga pada umumnya dalam pencelupan memerlukan pemanasan untuk mempercepat reaksi
Ø  Pengaruh perbandingan larutan
Perbandingan larutan celup artinya perbandingan antara besarnya larutan terhadap berat bahan tekstil yang diproses. Dalam kurva isotherm terlihat bahwa kenaikan konsentrasi zat warna dalam larutan akan menambah besarnya penyerapan.
Maka untuk mencelup warna-warna tua diusahakan untuk memakai perbandingan larutan celup yang kecil, sehingga zat warna yang terbuang atau hilang hanya sedikit. Untuk mengurangi pemborosan dalam pemakian zat warna dapat mempergunakan larutan simpan bekas (standing bath) celupan. Dengan menambahkan zat warna baru pada larutan bekas tadi maka dapat diperoleh larutan celup dengan konsentrasi seperti semula.
Ø  Pengaruh pH
Penambahan alkali mempunyai pengaruh menambah penyerapan. Meskipun demikian kerap kali dipergunakan soda abu untuk mengurangi kesadahan air yang dipakai atau untuk memperbaiki ke larutan zat warna.
F.            Hal – hal yang Perlu diperhatikan Pada Proses Pencelupan
Untuk memperoleh kerataan pencelupan ada dua cara yang dapat ditempuh yaitu dengan pengendalian adsorpsi dan peningkatan migrasi terutama dengan adisi Leveling Agent. Kurva pencelupan diproyeksikan untuk mengendalikan proses pencelupan. Beberapa kurva yang sering dipakai adalah :
Ø  Exhoustion curve (kurva isotermis)
Yaitu kurva yang menunjukkan jumlah zat warna yang teradsorpsi sebagai persentasi dari jumlah zat warna yang digunakan mula – mula pada berbagai unit waktu dan temperatur yang konstan.
Ø  Temperature curve
Kurva ini menggambarkan persentasi penyerapan zat warna pada berbagai temperatur pencelupan pada suatu konsentrasi tertentu.
Ø  Time, Temperature curve
Kurva ini dibuat terlebih dahulu menentukan waktu dan temperatur yang dicapai sehubungan dengan waktu tersebut. Zat warna yang terserap pada setiap waktu/ temperatur dinyatakan sebagai persentasi dari konsentrasi yang digunakan, pada temperatur maksimum penerapan zat warna dinyatakan sebagai fungsi dari waktu.
Ø  Adsorption curve
Kurva adsorpsi ini dapat diperoleh dengan mencelup bahan dengan zat warna pada konsentrasi tertentu.
Ø  Daerah Pencelupan Kritis
Berdasarkan uji statistik diperoleh ketentuan bahwa kerataam pencelupan ditentukan oleh kerataan distribusi dari 80% zat warna yang dipakai. Penyerapan zat warna pada prinsipnya mengikuti kurva distribusi statistik normal. Karena kerataan pencelupan ditentukan pada daerah penyerapan 80% zat warna maka daerah ini disebut pula daerah pencelupan kritis. Karena pada daerah pencelupan kritis pembagian zat warna yang menentukan kerataan terserap, maka sudah selayaknya pada daerah ini kecepatan pemanasan dilakukan lebih perlahan.
Ø  Diagram Proses Pencelupan
Proses pencelupan yang optimal ialah proses yang mengatur parameter – parameter pencelupan sedemikian rupa hasil pewarnaan yang baik diperoleh dalam waktu yang sesingkat mungkin tanpa mengurangi daya kerataan dan reproduksi yang baik. Parameter proses pencelupan yang paling utama adalah waktu dan temperatur.
Diagram proses pencelupan adalah diagram yang menunjukkan hubungan antara temperatur dan waktu pencelupan atau dengan kata lain diagram yang menunjukkan kecepatan penaikan/ penurunan temperatur dan lamanya waktu pada suatu temperatur tertentu. Makin lambat penaikan temperatur makin kecil resiko ketidakrataan tapi dilain pihak makin rendah produktivitas.
Diagram proses pencelupan yang rasional adalah diagram yang mengatur kecepatan penaikan temperatur sehingga hasil yang baik dapat dicapai dalam waktu yang sesingkat mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan jalan memperlambat penaikan temperatur pada daerah pencelupan kritis dan mempercepat penaikan temperatur diluar daerah kritis tersebut.
Faktor keberhasilan pewarnaan pada bahan tesktil ditentukan oleh :
-          Pemilihan zat warna (kesesuaian zat warna dan jenis serat)
-          Peralatan dan Sistem pewarnaan
-          Proses pewarnaan meliputi, larutan/pasta zat warna, PH, Suhu, Waktu dsb.
G.           Zat Warna
1.      Klasifikasi Zat Warna
Zat warna dapat digolongkan menurut cara diperolehnya, yaitu zat warna alam dan zat warna sintetik. Berdasarkan sifat pencelupannya, zat warna dapat digolongkan sebagai zat warna substantif, yaitu zat warna yang langsung dapat mewarnai serat dan zat warna ajektif, yaitu zat warna yang memerlukan zat pembantu pokok untuk dapat mewarnai serat. Berdasarkan warna yang ditimbulkan zat warna digongkan menjadi zat warna monogenetik yaitu zat warna yang hanya memberikan arah satu warna dan zat warna poligenetik yaitu zat warna yang memberikan beberapa arah warna. Penggolongan lainnya adalah berdasarkan susunan kimia atau inti zat warna tersebut, yaitu zat warna – nitroso, mordan, belerang, bejana, naftol, dispersi dan reaktif.
2.      Syarat-syarat Zat Warna
Yang dimaksud dengan zat warna ialah semua zat berwarna yang mempunyai kemampuan untuk dicelupkan pada serat tekstil dan memiliki sifat ketahanan luntur warna (permanent). Jadi sesuatu zat dapat berlaku sebagai zat warna, apabila :
-          Zat warna tersebut mempunyai gugus yang dapat menimbulka n warna(chromofor), misalnya : nitro, nitroso, dan sebagainya.
-          Zat warna tersebut mempunyai gugus yang dapat mempunyai afinitas terhadap serat tekstil auxsochrom misalnya amino, hidroksil dan sebagainya.
Zat-zat seperti cat tembok, cat besi, bahan pewarna kue walaupun berwarna karena tidak mempunyai afinitas (kemampuan mengadakan ikatan) terhadap serat tekstil tidak dapat digolongkan sebagai zat warna. Di dalam perdagangan zat warna itu mempunyai nama yang bermacam-macam, bergantung kepada jenis dan pabrik pembuatnya. Pada dasarnya cara pemberian nama suatu zat warna mengandung 3 pengertian pokok, yaitu :
a.       Nama pokok, yang menunjukkan golongan zat warna dan pabrik pembuatnya, misalnya Procion, adalah zat warna reaktif buatan I.C.I.
b.      Warna, yang menunjukkan warna dari zat warna tersebut, misalnya Yellow, Red dan sebagainya.
c.       Satu atau lebih huruf/angka yang menunjukkan arah warna, konsentrasi, mutu atau cara pamakaiannya, misalnya M X R, yang berarti :
M – jenis zat warna Procion dingin
X – pemakaian dengan cara perendaman (exhaustion)
R – arah warna kemerahan
3.      Pemilihan Zat Warna untuk Serat Tekstil
Perkembangan yang pesat dari industri tekstil akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan bahan zat warna yang berguna untuk mewarnai bahan-bahan tekstil. Dewasa ini dipergunakan bermacam-macam jenis zat warna bergantung pada jenis serat yang akan diwarnai macam warna, tahan luntur yang diinginkan, faktor-faktor teknis dan ekonomis lainnya. Di dalam praktik zat warna tekstil tidak digolongkan berdasarkan struktur kimianya, melainkan berdasarkan sifat-sifat pencelupan maupun cara penggunaannya.
Zat-zat warna tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
-          Zat warna asam
Zat warna ini merupakan garam natrium dari asam-asam organik misalnya asam sulfonat atau asam karboksilat. Zat warna ini dipergunakan dalam 156
suasana asam dan memiliki daya tembus langsung terhadap serat-serat protein
atau poliamida.
-          Zat warna basa
Zat warna ini umumnya merupakan garam-garam khlorida atau oksalat dari basa-basa organik, misalnya basa amonium, oksonium dan sering pula merupakan garam rangkap dengan seng khlorida. Oleh karena khromofor dari zat warna ini terdapat pada kationnya maka zat warna ini kadang-kadang juga disebut zat warna kation. Warna-warnanya cerah tetapi tahan luntur warnanya kurang baik. Zat warna ini mempunyai daya tembus langsung terhadap serat-serat protein. Beberapa zat warna basa yang telah dikembangkan dapat juga dipergunakan untuk mewarnai serat poliakrilat. Pada serat tersebut zat warna basa memiliki tahan luntur dan tahan sinar yang lebih baik.
-          Zat warna direk
Zat warna ini menyerupai zat warna asam, yakni merupakan garam natrium dari asam sulfonat dan hampir seluruhnya merupakan senyawa-senyawa azo. Zat warna ini mempunyai daya tembus langsung terhadap serat-serat selulosa,
maka kadang-kadang juga disebut zat warna substanstif. Meskipun zat warna ini dapat dipergunakan untuk mewarnai serat-serat protein tetapi jarang dipergunakan untuk maksud tersebut. Golongan zat warna ini memiliki macam warna yang cukup banyak, tetapi tahan luntur warnanya kurang baik.
-          Zat warna mordan dan kompleks logam
Zat warna ini tidak mempunyai daya tembus terhadap serat-serat tekstil, tetapi dapat bersenyawa dengan oksida-oksida logam yang dipergunakan sebagai mordan, membentuk senyawa yang tidak larut dalam air. Zat warna mordan asam dipergunakan untuk mewarnai serat-serat wol atau poliamida seperti halnya zat warna asam tetapi memiliki tahan luntur yang baik. Zat warna kompleks logam merupakan perkembangan terakhir dari zat warna mordan. Dalam pencelupan dengan zat warna mordan timbul kesukaran karena terjadinya perubahan warna yang diakibatkan oleh senyawa-senyawa logam. Untuk mengatasi kesulitan tersebut zat warna kompleks logam dibuat dengan mereaksikan khrom dengan molekul-molekul zat warna.
-          Zat warna belerang
Zat warna ini merupakan senyawa organik kompleks yang mengandung belerang pada sistim khromofornya dan gugusan sampingnya yang berguna dalam pencelupan. Zat warna ini terutama digunakan untuk serat-serat selulosa untuk mendapatkan tahan luntur warna terhadap pencucian dengan nilai yang baik tetapi dengan biaya yang rendah. Warna-warna yang dihasilkan oleh zat warna ini biasanya suram.
-          Zat warna bejana
Zat warna ini tidak larut dalam air tetapi dapat dirubah menjadi senyawa leuco yang larut dengan penambahan senyawa reduktor natrium hidrosulfit dan natrium hiroksida. Serat-serat selulosa mempunyai daya serap terhadap senyawa leuko tersebut, yang setelah diserap oleh serat dapat dirubah menjadi bentuk pigmen yang tidak larut lagi dalam air dengan menggunakan senyawa oksidator. Untuk mempermudah cara pemakaiannya zat warna ini telah dikembangkan menjadi zat warna bejana yang larut dengan cara mengubah strukturnya menjadi garam natrium dari ester asam sulfat. Zat warna yang larut ini dapat dikembalikan ke dalam struktur aslinya di dalam serat dengan cara oksidasi dalam suasana asam.
-          Zat warna dispersi
Zat warna ini tidak larut dalam air tetapi mudah didispersikan atau disuspensikan dalam air. Dalam perdagangan dijual sebagai bubuk. Zat warna
ini digunakan untuk mewarnai serat-srat yang bersifat hidrofob.
-          Zat warna reaktif
Zat warna ini dapat bereaksi dengan selulosa atau protein sehingga memberikan tahan luntur warna yang baik. Reaktifitas zat warna ini bermacammacam, sehingga sebagian dapat digunakan pada suhu rendah sedangkan yang lain harus digunakan pada suhu tinggi.
-          Zat warna naftol
Zat warna ini merupakan zat warna yang tidak larut dan terbentuk di dalam serat dari dua komponen pembentuknya. Golongan zat warna ini terutama untuk mewarnai serat selulosa dengan warna-warna cerah terutama warna merah. Ketahanannya baik kecuali tahan gosoknya.
-          Zat warna pigmen
Zat warna ini tidak larut dalam air dan tidak mempunyai daya tembus terhadap serat tekstil. Dalam pemakaiannya zat warna ini dicampur dengan resin sebagai pengikat. Oleh karena zat warna tersebut menempel pada serat dengan adanya resin sebagai pengikat, hal ini mengakibatkan pegangan kainnya menjadi kaku dan tahan gosoknya kurang baik.
-          Zat warna oksidasi
Pada prinsipnya zat warna ini merupakan suatu senyawa antara dengan berat molekul rendah, yang dicelupkan dan kemudian dioksidasikan dalam serat dalam suasana asam untuk membentuk molekul berwarna yang lebih besar dan tidak larut.
Di antara zat warna yang masih digunakan adalah Hitam Anilin terutama untuk pencapan.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa tiap-tiap jenis zat warna mempunyai kegunaan tertentu dan sifat-sifat yang tertentu pula. Pemilihan zat warna yang akan dipakai bergantung pada bermacam-macam faktor antara lain :
a)      Jenis serat yang diwarnai
b)      Macam warna yang dipilih dan warna-warna yang tersedia di dalam jeniszat warna
c)      Tahan luntur warna yang diinginkan
d)     Peralatan produksi yang tersedia dan
e)      Biaya
4.      Percampuran Warna dan Tandingan Warna
Warna merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam kehidupan seharihari. Di dalam penyempurnaan tekstil, warna merupakan masalah penting yang harus dipahami. Untuk memperoleh suatu warna tertentu, kadang-kadang harus dilakukan percampuran warna (colour mixing). Dengan demikian maka untuk memperoleh warna tersebut, perlu dilakukan tandingan warna (colour matching) yang diperoleh dengan jalan mengukurmengetahui komponen warna yang ada dalam warna yang harus dicari tersebut, dan kemungkinannya penggunaan beberapa warna dari suatu zat warna. Oleh karena itu percampuran warna dan tandingan warna dalam dunia tekstil merupakan suatu seni tersendiri yang tidak kalah menariknya bila dibandingkan dengan percampuran warna dalam seni lukis, fotografi, dekorasi rumah dan lain-lain. Untuk memahami percampuran warna dan tandingan warna, maka perlu dipahami pengetahuan tentang warna dengan berbagai aspek yang ditimbulkannya berikut zat warnanya.
sumber : 
http://tata-muhtadin.blogspot.com/2011/12/industri-bahan-pewarna-dan-pencelup.html
Baca Selengkapnya INDUSTRI BAHAN PEWARNA DAN PENCELUP